Bawang Merah, Penyumbang Inflasi Terbesar di Lampung - Harian Koridor

Breaking

Home Top Ad

GIZI

Post Top Ad

Jumat, 20 Desember 2019

Bawang Merah, Penyumbang Inflasi Terbesar di Lampung


Bandar Lampung, Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Lampung pada November 2019 mengalami inflasi sebesar 0,11% (mtm), setelah bulan sebelumnya mengalami deflasi sebesar -0,90% (mtm).

Pencapaian tersebut terpantau lebih rendah dibanding pencapaian Nasional yang mengalami inflasi sebesar 0,14% (mtm), namun masih lebih tinggi dibandingkan deflasi Sumatera (-0,22%;mtm).
Dibandingkan dengan kota lainnya di Sumatera, inflasi yang terjadi di Kota Bandar Lampung (0,06%; mtm) dan Kota Metro (0,36%; mtm) masing-masing menempati peringkat yang tinggi yakni ke-3 dan ke-11 dari 23 kota perhitungan inflasi IHK se-Sumatera.
Pencapaian ini sejalan dengan meningkatnya harga pada kelompok bahan makanan akibat keterbatasan pasokan seiring dengan kemarau panjang yang terjadi sehingga petani belum dapat melakukan penanaman serta peningkatan permintaan pada peringatan Maulid Nabi dan menjelang Natal dan tahun baru.

Adapun secara tahunan, pencapaian inflasi di bulan November 2019 sebesar 3,36%(yoy) berada di sekitar titik tengah sasaran inflasi nasional sebesar 3,5±1% sehingga perlu terus diperhatikan.

Seiring perkembangan dimaksud, inflasi kumulatif Provinsi Lampung hingga November 2019 tercatat sebesar 2,97% (ytd), relatif tinggi dibandingkan inflasi Sumatera dan Nasional masing-masing sebesar 2,37% (ytd) dan 1,95% (ytd).

Ditinjau per komponen, peningkatan harga kelompok bahan makanan mencapai 0,23% (mtm) tercatat menjadi sumber utama inflasi IHK bulan November 2019 (andil 0,07%). Hal ini sejalan dengan peningkatan harga yang terjadi khususnya pada komoditas bawang merah, tomat sayur, dan telur ayam ras dengan andil masing-masing sebesar 0,17%, 0,05% dan 0,03%.

Inflasi tersebut terjadi seiring dengan keterbatasan pasokan komoditas terutama bawang merah dan tomat sayur akibat kemarau panjang yang terjadi membuat petani belum dapat melakukan penanaman.

Namun demikian, dari hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) Bank Indonesia, peningkatan harga bawang merah di minggu pertama Desember sudah tidak setinggi pada periode sebelumnya seiring dengan mulai masuknya musim penghujan. Sementara peningkatan harga telur ayam ras terjadi seiring dengan peningkatan permintaan pada periode Maulid Nabi dan menjelang Natal dan tahun baru.

Meski demikian, inflasi yang lebih tinggi di bulan November 2019 tertahan oleh deflasi yang terjadi pada beberapa komoditas bahan makanan antara lain cabai merah (andil -0,23%), cabai rawit (-0,03%) dan buah pir (andil -0,02%). Penurunan harga aneka cabai terjadi seriring dengan panen yang terjadi di beberapa wilayah Lampung sehingga pasokannya cukup melimpah. Namun demikian, penurunan harga yang terjadi sudah tidak setinggi periode sebelumnya karena tingkat harga cabai saat ini sudah berada di titik yang cukup rendah.

Risiko inflasi cabai kedepan perlu diwaspadai seiring dengan datangnya musim penghujan yang berpotensi mengganggu komoditas hortikultura. Selain itu, deflasi pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga sebesar -0,09% (mtm) dipicu oleh penurunan harga televisi berwarna dengan andil sebesar -0,01%.

Sehubungan dengan capaian inflasi secara kumulatif (ytd) Provinsi Lampung sampai bulan November 2019 (2,97%;ytd) yang sudah melebihi rata-rata historisnya selama 3 (tiga) tahun kebelakang (2,38%;ytd), Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung memandang risiko kenaikan tekanan inflasi khususnya yang bersumber dari gejolak harga pangan perlu terus diantisipasi. Pertama, terkait komoditas beras yang berisiko menyumbang kenaikan inflasi sampai dengan awal tahun 2020, sesuai dengan siklus produksi musimannya di akhir tahun yang cenderung berkurang seiring dengan belum masuknya musim panen raya.

Indikasi tersebut mulai terjadi di tingkat nasional dan provinsi dimana harga beras sudah terpantau meningkat, meskipun peningkatannya tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya seiring dengan kegiatan KPSH (Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga) yang dilakukan oleh BULOG terus dijalankan.

Kedua, faktor curah hujan tinggi diprakirakan terjadi di akhir bulan Desember dapat berpotensi menurunkan kualitas dan kuantitas produksi, khususnya komoditas hortikultura yang rentan terhadap cuaca sehingga dapat berpengaruh pada harga komoditas tersebut.

Hal ini termasuk risiko yang berasal dari kenaikan harga bawang merah dan sayur-sayuran seiring dengan menipisnya pasokan, tercermin dari sumbangan inflasi yang cukup tinggi di bulan November meskipun tidak setinggi sumbangan bulan Oktober.

Selain itu risiko peningkatan harga cabai juga perlu diwaspadai, meskipun saat ini komoditas aneka cabai masih mengalami deflasi, tingkat deflasi yang terjadi sudah tidak sedalam deflasi periode sebelumnya dan harga rata-rata cabai sudah berada ditingkat yang rendah sehingga berpotensi untuk meningkat di periode selanjutnya.

Ketiga, risiko yang berasal dari potensi kenaikan tarif angkutan udara menjelang libur akhir tahun serta kebijakan peningkatan tarif penyeberangan Merak-Bakauheni secara bertahap yang dapat menyebabkan tekanan inflasi lebih tinggi di akhir tahun. Indikasi peningkatan tarif angkutan udara mulai Nampak dari pantauan Survei Pemantauan Harga di minggu pertama bulan Desember 2019.

Dalam rangka mengantisipasi risiko tekanan inflasi ke depan, diperlukan langkah-langkah pengendalian inflasi yang konkrit terutama untuk menjaga inflasi tetap stabil. Pertama, kerjasama TPID dan BULOG perlu diperkuat dalam memastikan ketersediaan cadangan beras serta keterjangkauan harga komoditas tersebut di pasar.

Kegiatan KPSH (Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga) yang dilakukan oleh BULOG perlu terus dilaksanakan guna memastikan kepastian pasokan di pasaran. Monitoring informasi harga secara rutin dapat dilaksanakan melalui Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), sehingga menjadi acuan langkah stabilisasi harga ke depan oleh pemerintah maupun TPID Kabupaten/Kota. Kedua, melakukan intensifikasi pendampingan dan pelatihan penanganan komoditas hortikultura di musim penghujan, memitigasi ketersediaan pasokan holtikultura dengan mempercepat LTT (Luas Tambah Tanam) komoditas yang memiliki demand tinggi dan harganya sering bergejolak seperti cabai dan bawang, serta memastikan efisiensi distribusi bibit, pupuk, pestisida dan alsintan lainnya agar masa tanam berjalan dengan lancar.

Peran penyuluh pada masa tanam penting untuk melakukan edukasi kepada petani mengenai metode, teknik dan inovasi terbaru yang sudah implementatif; Ketiga, melakukan koordinasi dengan asosiasi penerbangan nasional/INACA (Indonesia National Air Carriers Association) serta Organda (Organisasi Angkutan Darat) untuk tetap menjaga kestabilan harga tiket pesawat maupun angkutan antar kota sampai dengan awal tahun depan.(*).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Pages