Inflasi Akhir 2019 Lampung 3,44%(Yoy), Waspadai Gejolak Harga Bahan Pangan Awal Tahun 2020 - Harian Koridor

Breaking

Home Top Ad

GIZI

Post Top Ad

Jumat, 03 Januari 2020

Inflasi Akhir 2019 Lampung 3,44%(Yoy), Waspadai Gejolak Harga Bahan Pangan Awal Tahun 2020


Bandar Lampung, Harian Koridor.com-Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Lampung pada Desember 2019 mengalami inflasi sebesar 0,46% (mtm) dan secara keseluruhan tahun 2019 mencapai 3,44% (yoy) atau berada dalam kisaran sasaran inflasi yang ditetapkan Bank Indonesia dan Pemerintah sebesar 3,5±1%.

Meski capaian tersebut tercatat lebih tinggi dibandingkan inflasi bulan sebelumnya (0,11%;mtm), inflasi bulanan di akhir tahun 2019 ini terpantau lebih rendah dibandingkan rata-rata inflasi selama 5 (lima) tahun terakhir sebesar 1,04% (mtm).

Pencapaian tersebut juga terpantau lebih tinggi dibandingkan inflasi Nasional dan Sumatera yang masing-masing sebesar 2,72% (yoy) dan 2,25% (yoy).

Tingkat inflasi tersebut sejalan dengan meningkatnya harga pada kelompok bahan makanan, didorong oleh peningkatan permintaan di periode perayaan Natal dan Tahun Baru (demand pull), serta di tengah keterbatasan pasokan karena gangguan cuaca dan belum masuknya musim panen seiring dengan kemarau panjang yang terjadi hingga akhir tahun 2019 sehingga petani menunda penanaman.

Adapun secara tahunan, pencapaian inflasi Provinsi Lampung 2019 sebesar 3,44%(yoy) atau masih berada di sekitar titik tengah sasaran inflasi nasional sebesar 3,5±1%. Dibandingkan dengan kota lainnya di Sumatera, inflasi yang terjadi di Kota Bandar Lampung (3,53%;yoy) dan Kota Metro (2,97%; mtm) masing-masing menempati peringkat yang tinggi yakni ke-2 dan ke-4 dari 23 kota perhitungan inflasi IHK se-Sumatera.

Secara bulanan, inflasi pada bulan Desember 2019 didorong oleh peningkatan harga pada kelompok bahan makanan yang mencapai 1,26% (mtm) dengan andil tertinggi (0,30%).Hal ini sejalan dengan >~peningkatan harga yang terjadi khususnya pada komoditas bawang merah, telur ayam ras, cabai merah dan tomat sayur dengan andil masing-masing sebesar 0,12%, 0,12%, 0,07% dan 0,06%.

Inflasi tersebut terjadi seiring dengan keterbatasan pasokan komoditas terutama bawang merah dan tomat sayur akibat kemarau panjang yang terjadi membuat petani belum dapat melakukan penanaman.

Sementara peningkatan harga cabai merah dan telur ayam ras terjadi seiring dengan peningkatan permintaan pada periode Natal dan tahun baru.

Selain itu, peningkatan harga cabai merah yang pada bulan sebelumnya masih mengalami deflasi terjadi karena pasokan yang sudah mulai berkurang pasca panen raya di tengah meningkatnya permintaan di akhir tahun. Meski demikian, inflasi yang lebih tinggi di bulan Desember 2019 tertahan oleh deflasi yang terjadi pada beberapa komoditas bahan makanan antara lain bayam (andil -0,02%), cabai hijau (-0,02%) dan cumi-cumi (andil -0,02%).wilayah.

Penurunan harga bahan makanan tersebut terjadi seiring dengan panen yang terjadi di beberapa wilayah Lampung sehingga pasokannya cukup melimpah.

Namun demikian, harga cabai hijau dan aneka cabai lainnya kedepan perlu diwaspadai seiring dengan berkurangnya pasokan pasca panen raya dan datangnya musim penghujan yang berpotensi mengganggu produksi komoditas hortikultura, indikasi tersebut terlihat pada jenis cabai merah yang menjadi salah satu komoditas penyebab inflasi pada periode Desember dengan andil cukup tinggi.

Kendati tingkat inflasi Provinsi Lampung tahun 2019 telah tercapai sesuai kisaran sararan inflasi yakni 3,5±1%. Ke depan, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung memandang perlunya mewaspadai meningkatnya risiko tekanan inflasi pada Januari 2020 dan keseluruhan tahun 2020 yang terutama bersumber dari gejolak harga bahan makanan.

Pertama, tingginya intensitas hujan yang diperkirakan masih akan berlangsung sampai dengan akhir triwulan I 2020 diprediksi akan mempengaruhi pasokan hortikultura karena meningkatkan risiko gagal panen, serta sifat komoditas yang rentan terhadap cuaca dan juga gangguan distribusi.

Selain itu, kemarau panjang di akhir tahun 2019 juga menyebabkan sebagian petani menunda masa tanam sehingga risiko keterlambatan pasokan bahan pangan juga harus diwaspadai.Selain itu, terjadinya bencana banjir di sejumlah wilayah Pulau Jawa di awal Januari 2020 berpotensi menghambat distribusi dan mengurangi pasokan kebutuhan pangan yang berasal dari Jawa, seperti bawang merah dan bawang putih sehingga berpotensi menekan inflasi pangan; Kedua, risiko kenaikan inflasi dari komoditas beras sampai dengan musim panen raya di triwulan I 2020, mengingat telah terjadi kenaikan harga di tingkat petani sebesar 2,36% pada akhir tahun 2019.

Meski demikian, pasokan cadangan BULOG terpantau masih cukup aman sampai dengan 10 bulan persediaan dengan memperhitungkan pasokan Rastra (beras sejahtera).Ketiga, risiko peningkatan harga tahunan yang lebih tinggi untuk barang-barang konsumsi dan jasa dibandingkan tahun sebelumnya seiring dengan relatif tingginya kenaikan biaya produksi dan distribusi.

Tekanan biaya produksi terjadi sejalan dengan kebijakan peningkatan UMP Lampung 2020 sebesar 8,51% dibandingkan tahun sebelumnya serta peningkatan iuran BPJS per 1 Januari 2020.

Selain itu, risiko yang berasal dari potensi kenaikan tarif angkutan seiring dengan kebijakan peningkatan tarif penyeberangan Merak-Bakauheni yang dilakukan secara bertahap, peningkatan tarif tol di Jawa dan telah diberlakukannya tarif tol Lampung (Ruas Terbanggi-Kayu Agung), berisiko meningkatkan biaya distribusi.

Berdasarkan data historis, penyesuaian harga tahunan komoditas core tersebut terjadi di triwulan pertama.Dalam rangka mengantisipasi risiko tekanan inflasi ke depan, diperlukan langkah-langkah pengendalian inflasi yang konkrit terutama untuk menjaga inflasi tetap stabil.

Pertama, melakukan intensifikasi pendampingan dan pelatihan penanganan komoditas hortikultura di musim penghujan, memitigasi ketersediaan pasokan ~>hortikultura dengan mempercepat LTT (Luas Tambah Tanam) komoditas yang memiliki demand tinggi dan harganya sering bergejolak seperti cabai dan bawang, serta memastikan efisiensi distribusi bibit, pupuk, pestisida dan alsintan lainnya agar masa tanam berjalan dengan lancar.

Peran penyuluh pada masa tanam penting untuk melakukan edukasi kepada petani mengenai metode, teknik dan inovasi terbaru yang sudah implementatif; Kedua,kerjasama TPID dan BULOG perlu diperkuat dalam memastikan ketersediaan cadangan beras serta keterjangkauan harga komoditas tersebut di pasar. Kegiatan KPSH (Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga) yang dilakukan oleh BULOG perlu terus dilaksanakan guna memastikan kepastian pasokan di pasaran.

Monitoring informasi harga secara rutin dapat dilaksanakan melalui Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), sehingga menjadi acuan langkah stabilisasi harga ke depan oleh pemerintah maupun TPID Kabupaten/Kota; Ketiga, pemerintah daerah dapat mengkaitkan penyesuaian upah dengan akselerasi pemenuhan kewajiban sertifikasi pekerja. Jaminan besaran upah disesuaikan dengan level dan perubahan tahunan UMP untuk pekerja tersertifikasi, setidaknya pada setiap proyek yang dibiayai APBN/APBD, termasuk yang dibiayai BUMN/BUMD hendaknya dilakukan dengan memperhatikan waktu pelaksanaannya.(*).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Pages