Penasehat Hukum Minta BPN Mencabut Surat Yang Diduga Salah - Harian Koridor

Breaking

Home Top Ad

GIZI

Post Top Ad

Kamis, 02 Juli 2020

Penasehat Hukum Minta BPN Mencabut Surat Yang Diduga Salah


Bandar Lampung, Harian Koridor.com-Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bandarlampung dituntut melalui surat somasi agar segera mencabut surat yang terindikasi sesat dan segera meminta maaf kepada para pemilik tanah garapan salah satunya Suradi di wilayah eks perkebunan terlantar PT Way Halim.

"Kami telah kirimkan surat somasi kemarin (Rabu). Surat somasi yang kami kirimkan menindaklanjuti surat dari BPN  yang dikirimkan ke kami tanggal 22 April 2020 yang juga ditandatangani oleh Kepala BPN langsung," kata Penasihat Hukum, Bambang Handoko, Kamis.

Dia melanjutkan jika BPN tidak menindaklanjuti surat somasi tersebut maka pihaknya akan melakukan langkah-langkah hukum karena apa yang dilakukan BPN telah melanggar pasal 55 Undang-undang no.14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

"Kita sudah tembuskan surat somasi kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang, Kantor BPN Lampung, Kantor Kepolisian Lampung, Kantor Ombudsman Lampung, PTUN, dan Kantor KIP," ujarnya.

Bambang menjelaskan surat yang telah dikirimkan BPN pada tanggal 22 April 2020 kepadanya adalah salah alamat, keliru, dan tidak cermat. Surat no.10933/S.I atas nama Tuti Ratnasari dan no.10459/S.I atas nama Sri Sumarni berada pada lokasi yang berbeda jarak antara 300 meter. Khusus surat no.10459 belum terjadi sengketa dalam peradilan TUN.

Namun Kepala Kantor BPN sendiri secara sepihak telah menyatakan bahwa kedua SHM tersebut telah diterbitkan sesuai Undang-undang yang berlaku.

"Tidak benar SHM no.10459 dikuatkan kedudukannya dalam putusan PTUN no.20/G/2019/PTUN-BL tanggal 22 April 2020 karena bukan objek dalam putusan tersebut sehingga surat yang dibuat BPN adalah tidak berdasar, sesat, dan penuh kebohongan publik," terangnya.

Dia menambahkan bahwa putusan PTUN no.20/G/2019/PTUN-BL tanggal 22 April 2020 merupakan perkara Suparjan melawan BPN sebagai tergugat I dan Tuti Ratnasari sebagai tergugat II intervensi amarnya adalah gugatan tidak diterima.

"Jadi bukan menguatkan status sertifikat dan masih terbuka hak untuk melakukan upaya hukum. Surat yang dibuat tangal 22 April 2020 itu pula bahwa sangat tendensius dan patut dicurigai adanya konspirasi karena pada hari yang sama BPN mengeluarkan surat padahal secara hukum putusan itu masih belum mempunyai kekuatan hukum tetal atau belum 14 hari," ujarnya.

Surat yang telah dikeluarkan BPN telah menimbulkan keresahan di tengah masyarakat penggarap di wilayah eks perkebunan terlantar PT Way Halim khususnya pada kliennya.

"Sebenarnya eks wikayah eks perkebunan terlantar yang saat ini menjadi sengketa antara penggarap dan pekilik SHM sudah banyak dibatalkan PTUN karena terbit tidak sesuai Undang-undang salah satunya melalui putusan MA atas perkara Ipendi Bagiasa melawan BPN menandakan penerbitan SHM masalalu tidak sesuai ketentuan hukum," katanya.(red).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Pages