Tanggamus,Harian Koridor.com-Bupati Tanggamus Hj. Dewi handajani SE. MM memimpin Apel kesiapsiagaan bencana Sinergitas penanggulangan bencana ekstrim Kabupaten Tanggamus di Lapangan Pemerintah Kabupaten Tanggamus Selasa (30/11/2021).
Saat ini dengan banyaknya kejadian bencana hidro-meteorologis di Kabupaten Tanggamus menjadi tantangan bersama untuk dapat dikelola dan dikurangi risikonya. Berdasarkan data BPBD Kabupaten Tanggamus dari tahun 2002–2020, ancaman bencana hidro-meteorologis terus meningkat dan mendominasi. 90% bencana yang terjadi di Kabupaten Tanggamus merupakan bencana hidro-meteorologis seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin putting beliung, gelombang pasang dan banjir rob.
Puncak musim penghujan menurut prakiraan BMKG, akan terjadi pada bulan Januari 2022. Pada bulan November dan Desember ini, kondisi curah hujan di wilayah Tanggamus sudah mulai meningkat hingga di atas normal. Ditambah lagi dengan adanya fenomena La Nina yang merupakan fenomena suhu muka laut di Samudera Pasifik bagian tengah, mengalami pendinginan di bawah kondisi normalnya, adapun dampaknya yaitu peningkatan curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia termasuk di wilayah Kabupaten Tanggamus.
Kondisi ekstrim sebagai dampak La Nina di pesisir Kabupaten Tanggamus diantaranya hujan lebat dan pasang air laut yang dapat mengakibatkan banjir pasang (rob), memicu pasang air laut lebih ekstrim, sungai meluap, banjir melebihi batas pantai dan tanggul jebol. Sebagai contoh, banjir rob yang terjadi di kelurahan Pasar Madang pada 7 November 2021, merupakan salah satu dampak cuaca ekstrim.
Pada akhir tahun 2020 sampai dengan awal tahun 2021 lalu, kita telah merasakan dampak terhebat yang kita rasakan akibat curah hujan yang tinggi, menyebabkan terjadinya bencana banjir dan tanah longsor di berbagai daerah, seperti yang terjadi di Kecamatan Semaka, Wonosobo, Bandar Negeri Semuong, Kelumbayan dan lain-lain. Banjir dan tanah longsor mengakibatkan rusak dan terendamnya rumah warga, gedung sekolah, jembatan, lahan pertanian, tambak, kolam, termasuk ruas Jalan Lintas Barat.
Saya menyambut baik pelaksanaan Apel Kesiapsiagaan Bencana ini yang merupakan upaya mewujudkan sinergitas yang baik dari semua stakeholder kebencanaan yang terdiri dari unsur pemerintah bersama para pemangku kepentingan hingga masyarakat. Sinergitas dalam penanggulangan bencana dikembangkan dengan model “PENTAHELIX” yang melibatkan berbagai pihak:
Pihak yang pertama adalah badan publik atau pemerintah. Kelompok ini berisi para pengambil keputusan dan fasilitas negara yang dimiliki seperti kepolisian, rumah sakit, serta pemerintah daerah hingga pusat. Pihak ini bertugas untuk membuat kebijakan atau aturan dalam mengatasi masalah. Caranya adalah dengan mengatur strategi bersama berbagai pihak lain yang terkait dan berkompeten.
Pihak yang kedua adalah komunitas praktisi atau akademisi, dianggap sebagai ahli serta menguasai masalah yang sedang terjadi. Pihak ini terdiri dari akademisi atau ilmuan, aktivis lingkungan, dan lain sebagainya. Fungsi dari kelompok ini adalah menyumbangkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki untuk mengatasi masalah. Pihak yang ketiga adalah komunitas bisnis.
Kelompok ini terdiri dari para pengusaha lokal dan nasional seperti pemiliki toko, kios, koperasi, perusahaan, dan lain sebagainya. Hal ini dimaksudkan agar pengembangan ekonomi di masyarakat tetapi dapat dilakukan dalam masa kesulitan.
Pihak yang keempat adalah media. Kelompok ini terdiri dari seluruh media baik cetak, online, televisi, hingga radio. Di tengah berlangsungnya tanggap darurat bencana, penyebaran informasi adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Beredarnya kabar hoax dapat membuat masyarakat makin panik dan merugikan banyak pihak. Oleh karena itu, pihak ini perlu menjadi mata, telinga, dan mulut yang menyajikan informasi yang terpercaya dan berimbang. Pihak yang kelima adalah masyarakat.
Masyarakat Indonesia dikenal dengan semangat gotong royong yang tinggi. Sehubungan dengan hal tersebut, konsep utama dari metode pentahelix adalah pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan tersebut disesuaikan dengan konteks atau kearifan lokal. Masyarakat berfungsi sebagai ujung tombak pelaksanaan semua strategi yang telah dirancang oleh pemerintah berdasarkan diskusi semua pihak
Pada dasarnya, penyebab timbulnya bencana ada dua hal, pertama karena kondisi alam; dan kedua karena perilaku manusia dan dampak pembangunan yang belum mempertimbangkan risiko bencana.
Bencana hidro-metrologi terus meningkat seiring perubahan iklim global. Peningkatan terjadi akibat besarnya pengaruh aktivitas manusia (anthropogenic) dalam bencana-bencana itu. Aktivitas yang tidak ramah lingkungan, pasti menciptakan bencana, hingga, pengurangan risiko perlu dengan mengubah paradigma masyarakat. Selama ini, masyarakat menjadi “manja” dengan mengatakan bahwa “Bencana adalah tanggung jawab pemerintah”. Sehingga, setiap kejadian atau fenomena alam dianggap menjadi tanggung jawab pemerintah. Sebagai contoh, terjadi banjir akibat gorong-gorong yang tersumbat oleh sampah selalu dianggap bencana dan merupakan tanggungjawab pemerintah. Padahal, salah satu kriteria suatu peristiwa disebut bencana adalah apabila “diluar kemampuan masyarakat”.
Artinya dari contoh tadi apabila masyarakat mau bergotong-royong untuk membersihkan gorong-gorong dari sampah, maka tidak akan terjadi banjir. Inilah yang perlu kita pahami bersama, pemerintah memang punya tanggungjawab terhadap masalah “bencana”, namun pemerintah memiliki keterbatasan sumber daya, sehingga tanpa kerjasama dengan semua pihak dalam sebuah sinergitas, pemerintah tidak akan mampu untuk melaksanakan penanggulangan bencana. Semangat gotong-royong harus kita tingkatkan di masyarakat. Peserta apel yang Saya banggakan, Terkait kesiapsiagaan kita, menghadapi bencana akibat cuaca ekstrim, saya minta kepada semua pihak untuk:
1. Melakukan pemetaan lokasi rawan bencana, sehingga memudahkan kita dalam penempatan personil dan penentuan cara bertindak.
2. Melatih kemampuan pribadi petugas, yang bermanfaat untuk pertolongan terhadap korban bencana, serta melatih kemampuan dalam penggunaan peralatan.
3. Mempersiapkan peralatan semaksimal mungkin, bila ada kejadian bencana dan tanggap darurat, maka siap untuk di operasionalkan.
4. Mempersiapkan aktifitas posko siaga bencana di daerah yang menjadi langganan bencana, sehingga memudahkan untuk pergerakan.
5. Mengadakan patroli gabungan di wilayah rawan bencana, secara sinergis dan saling mengisi untuk memantau situasi.
6. Menjalin sinergitas dan kebersamaan, dan melaksanakan tugas ini dengan penuh ikhlas.
7. Menjaga kesehatan, selalu berdoa semoga Allah SWT., meminta perlindungan dan keselamatan.
Sebelum mengakhiri sambutannya, Bupati mohon dukungan dari seluruh pihak, baik dari rekan-rekan FORKOPIMDA, Unsur TNI, Polri, Basarnas, institusi Pemerintah dan swasta, baik yang berada di Kabupaten, Kecamatan dan Pekon, untuk dapat merapatkan barisan, meningkatkan koordinasi secara terpadu dan berkesinambungan, agar bekerjasama dan berperan secara maksimal sesuai dengan kapasitasnya masing-masing dalam menghadapi dampak cuaca ekstrim sebagai upaya memberikan perlindungan masyarakat dari ancaman bencana yang mungkin akan terjadi.
Turut hadir, Wakil Bupati Tanggamus Hi. AM. Syafei'i,S. Ag, Forkopimda Tanggamus, Staf ahli Bupatu, Para Asisten, Ka. OPD, Pejabat administator, dan pengawas di lingkup Tanggamus, serta peserta apel. (red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar